Download Alquran 30 Juz 5 Prinsip Ilmiah Untuk Identifikasi Hoax Dan Isu Palsu
5 Prinsip Ilmiah Untuk Identifikasi Hoax Dan Berita Palsu
Bismillah...
Semakin berkembangnya media umum sepertinya menimbulkan "virus informasi" semakin eksis dan menyebar dengan begitu mudah, terutama isu mengenai kesehatan dan info politik. Dalam Cambridge English Dictionary [Link], info palsu atau fake news didefinisikan dengan, "Kabar tidak benar yang nampak sebagai berita, tersebar di internet atau memakai media lain. Biasanya dibentuk untuk mensugesti pandangan politik atau disebarkan sebagai lelucon.."
Berita memang bukan sains, mungkin saja keduanya mempunyai standar penilaian yang berbeda, tetapi keduanya sama-sama mempunyai esensi "kebenaran" dan "kepalsuan". Sains mempunyai 3 komponen utama; metode ilmiah, pengetahuan ilmiah, dan aplikasi/ penerapan. Metode ilmiah melibatkan prinsip dan mekanisme untuk menemukan kebenaran melalui pengamatan yang sistematis, pengukuran, dan dokumentasi realitas, serta merumuskan, menguji, dan memodifikasi hipotesis dan teori..
Beberapa prinsip dari metode ilmiah berikut sanggup kita jadikan sebagai alat bantu untuk mengidentifikasi hoax, mengenali informasi palsu dan ketidakbenaran sebuah berita..
1. Mayoritas Bukan Standar Kebenaran
Pendapat atau keyakinan lebih banyak didominasi tidak selalu menjadi sumber kebenaran. Kebenaran dari suatu gagasan atau temuan tidak bergantung pada seberapa populernya mereka. Cukup sering terjadi, pemahaman gres perihal realitas pada awalnya tidak diterima bahkan dikecam oleh mayoritas..
Teori Relativitas Einstein, teladan yang barangkali tidak gila bagi kita. Einstein membuatkan teori tersebut pada awal masa ke-20 dalam waktu yang lama, dan tentu saja banyak para hebat yang skeptis perihal validitas atau kebenarannya. Pada tahun 1931, terbitlah sebuah buku fenomenal yang berjudul "100 authors against Einstein," yang menyangkal teori relativitas. Tahukah kita, sebagian besar penulis buku tersebut yaitu ilmuwan terkemuka di bidangnya dan para hebat yang mempunyai reputasi baik..
Untuk menerapkan prinsip tersebut, kita seharusnya menyadari bahwa meskipun sebuah info dibawakan dan diinformasikan oleh banyak sumber, tidak serta merta memberikan bahwa informasi tersebut niscaya benar. Kita perlu mencari bukti-bukti pendukung lainnya, juga melihat bagaimana cara informasi itu dikumpulkan dan disajikan..
2. "True Or False", Bukan Tentang "Right Or Wrong"
Sains mempelajari "apa yang terjadi" atau mengamati perihal perubahan realitas dalam dunia fisik dan dunia sosial manusia, bukan mempelajari perihal "apa yang seharusnya" atau memilih benar/ salah secara moral. Membuat penilaian tabiat (tentang benar atau salah) dari suatu peristiwa, hubungan, atau perilaku, tidak sama dengan pemahaman perihal kebenaran dan kepalsuan dalam dunia penelitian atau berita. Atau dalam bahasa lain, aturan itu ditentukan oleh "dalil" bukan dengan "perasaan"..
Demikian juga, penilaian tabiat tidak sanggup menjelaskan peristiwa-peristiwa biologis, fenomena fisika, atau perihal sistem galaksi. Penilaian tabiat mempunyai validitas yang lemah dalam mengidentifikasi dan memverifikasi kekerabatan sebab-akibat yang obyektif, struktural, dan prosedural, bahkan untuk mengamati variabel makro atau mikro yang menjelaskan sikap sosial dan kegiatan psikologis..
Memang benar semua sikap sanggup kita nilai dari perspektif tabiat (right or wrong) dan juga perspektif ilmiah (true or false), tetapi penilaian "apresiasi" tidak sanggup menunjukan mana yang true dan mana yang false. Kebenaran secara tabiat atau politis tidak setara dengan kebenaran yang diverifikasi secara ilmiah..
Sebagai contoh, pengaburan pemahaman perihal true/false dan right/wrong sanggup kita saksikan sendiri dalam bahasan kekinian perihal flat earth :p :p
3. Sesuatu Yang Khusus Tidak Disimpulkan Secara Umum
Para ilmuan menjaga sikap untuk tidak menciptakan kesimpulan umum perihal suatu kelompok atau populasi besar dikala mereka hanya menganalisis pengamatan beberapa individu atau sampel kecil dari suatu sikap atau peristiwa..
Misalnya saja, temuan penelitian yang memakai tikus sebagai objek, mungkin tidak mempunyai validitas lebih lanjut dikala kesudahannya diterapkan pada manusia. Beberapa waktu kemudian saya sempat membahas studi terbaru perihal diet ketogenik yang dikatakan sanggup memperpanjang umur dan meningkatkan kekuatan fisik, [Link] namun pada penelitian tersebut sebatas memakai tikus sebagai objek. Meskipun dibentuk hipotesis bahwa tikus dan insan tidak berbeda jauh pada tingkatan mendasar, tetapi hal tersebut perlu bukti derma dan penelitian lebih lanjut, tidak serta merta dibentuk kesimpulan secara umum..
Dalam suatu kasus dikala sampel dipilih dari suatu kelompok, sikap dan atribut mereka mungkin saja tidak mewakili kelompok. Objek juga sanggup secara bersamaan masuk ke dalam banyak kategori, contohnya saja pendidikan, cara asuh, situasi, pengalaman, usia, etnis, socioeconomic status (SES), atau hal lainnya yang secara diferensial membentuk sikap dan atribut sasaran mereka..
Prinsip ini mengindikasikan bahwa berita-berita yang dengan gampang menggeneralisasikan suatu kelompok hanya dengan melihat individu-individu tertentu (tanpa memberikan klarifikasi alternatif) biasanya memang info yang sengaja dibentuk untuk menyesatkan pembaca dan pendengar..
Ambil teladan perihal teroris dan Islam, bagaimana media mengolah informasi tersebut? Anda sanggup dengan gampang menilainya..
4. Pengetahuan Ilmiah Yang Tidak Kekal
Pengetahuan ilmiah yaitu entitas yang terakumulasi dan mengalami perkembangan. Apa yang kita ketahui hari ini perihal sikap manusia, dunia sosial, dan alam semesta masih sangat jauh dari pengetahuan lengkap, barangkali mewakili kurang dari 0,00001% dari informasi yang mungkin. Dengan kata lain, tidak ada kebenaran yang absolut. Ilmu pengetahuan merepresentasikan suatu proses yang kokoh ketimbang menampilkan sebuah kesimpulan, bukan bagaimana sebuah hasil melainkan perihal proses..
Apa yang kita ketahui sekarang, mungkin juga terbatasi oleh banyak sekali varian budaya, sejarah, situasi, latar belakang peneliti, proses pengamatan, dan faktor-faktor lainnya. Akibatnya, memunculkan tanggung jawab bagi insan untuk terus menemukan realitas baru, terlibat dalam banyak sekali penelitian inovatif, juga merevisi teori dan pengetahuan awal yang kita miliki. Menarik apa yang dikatakan oleh Popper (2005) bahwa pengetahuan insan akan berkembang dengan melewati banyak sekali "pemalsuan", membedakan yang ilmiah dari yang tidak ilmiah..
Maka sanggup dipastikan keliru kalau terdapat klaim atau informasi yang menyatakan bahwa pengetahuan terkini (tentang fenomena, peristiwa, atau pun perilaku) sudah lengkap seutuhnya dan dihentikan "ditantang"..
5. Konsep Perbandingan
Pengetahuan yang benar dan pengamatan yang mempunyai nilai, berasal dari comparisons atau konsep perbandingan. Metode eksperimentasi semisal uji acak terkendali atau randomized controlled trial (RCT) lebih disukai dan dianggap sebagai cara paling teliti untuk menghilangkan bias dalam menemukan kebenaran. Mereka membandingkan dua atau lebih kelompok yang identik secara atribut dan dipisahkan dalam perlakuan eksperimental..
Contoh yang sanggup kita lihat pada prinsip ini, contohnya sebuah media mengabarkan Perusahaan XYZ mendapatkan 100 keluhan lantaran produk yang dihasilkan tidak aman. Pembaca dan pendengar yang menerima informasi tersebut sudah niscaya akan menghindari produk dan membangung persepsi negatif. Namun apa yang "hilang" dalam pemberitaan tersebut? seandainya saja media mengabarkan juga perusahaan lain yang homogen sebagai pembanding, mungkin saja Perusahaan UVW mempunyai catatan 700 keluhan terhadap produknya. Tanpa adanya informasi pembanding, penilaian seseorang akan sangat gampang untuk dimanipulasi..
Memahami prinsip-prinsip metode ilmiah sanggup membantu kita untuk merenungkan, menciptakan evaluasi, dan mengambil keputusan yang lebih akurat perihal fenomena, peristiwa, atau pun penilaian terhadap seseorang..
Baca Juga : Penentuan Arah Kiblat – Mengupas Hoax Konspirasi Bumi Datar Teori Flat Earth
——○●※●○——
Esha Ardhie
Selasa, 15 Mei 2018
***
> Referensi [Link] :
De keersmaecker, J., & Roets, A. (2017). 'Fake news': Incorrect, but hard to correct. The role of cognitive ability on the impact of false information on social impressions. Intelligence, doi:10.1016/j.intell.2017.10.005
Kuhn, T. (1970). The structures of scientific revolutions (2nd ed.). Chicago: University of Chicago Press.
Popper, Karl (2005). The logic of scientific discovery (Taylor & Francis e-Library ed.). London and New York: Routledge/Taylor & Francis e-Library.